BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG MASALAH
Para
ulama muhadditsin telah menetapkan suatu pengkajian yang komperenship tentang
hadits. Semuanya dirumuskan dalam salah satu ilmu yang esensial dalam agama
islam yakni ilmu hadits. Dalam usaha untuk menjadikan hadits sehingga bisa
menjadi pegangan dan diyakini kebenarannya, maka sangatlah diperlukan
pemeriksaan kerena untuk mendapatkan hadits ini tidaklah mudah perlu pengkajian
tentang keberadaanya dan sumbernya. Pemahaman dan penyelidikan tersebut
haruslah dilakukan dengan saksama karena persoalan tentang hadits ini secara
umum berbeda dengan al-qur’an dan hadits mutawatir yang menfaedahkan secara ilmu
darury. Maka dari itu, persoalan yang perlu dipahami dalam masalah ini
ialah hadits ahad.
Salah
satu titik pokok dari kajian dalam ilmu hadits ini ialah hal yang berkenaan
dengan bidang pengetahuan hadits-hadits yang kuat dari yang lemah dan tentang
hal-ihwal para perawi yang diterima haditsnya dan ditolak menghasilkan suatu
kesimpulan-kesimpulan ilmiah dan istilah-istilah yang mengindikasikan
keshahihan atau kedha’ifan suatu hadits.
2. RUMUSAN MASALAH
-
Imam Ibnu Majah
-
Perjalanan Imam Ibnu Majah mencari
ilmu
-
Karya-Karya Imam Ibnu Majah
-
Guru-Guru Imam Ibnu Majah
-
Metedologi Imam Ibnu Majah
-
Wafatnya Imam Ibnu Majah
3. TUJUAN PENULISAN
-
Untuk mengetahui riwayat hidup Imam
Ibnu Majah
-
Untuk mengetahui perjalanan Imam
Ibnu Majah mencari ilmu
-
Untuk mengetahui karya-karya Imam
Ibnu Majah
-
Untuk mengetahui Para guru Imam Ibnu
Majah
-
Untuk mengetahui Metedologi Imam
Ibnu Majah
-
Untuk Mengetahui Wafatnya Imam Ibnu
Majah
BAB
II
PEMBAHASAN
1. IMAM IBNU MAJAH
Di suatu hari tepatnya pada tahun
209/284 Masehi Allah menurunkan anugerahnya kepada rakyat daerah Qazwin, karena
di tempat itulah seorang imam yang jujur dan cerdas dilahirkan. Imam itu adalah
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Ar-Rabî'î bin Majah Al-Qazwinî Al-Hâfidz, namun
iman tersebut dengan sebutan Ibnu Majah. Sebutan Majah ini dinisbatkan kepada
ayahnya Yazid, yang juga dikenal dengan sebutan Majah Maula Rab'at. Ada juga
yang mengatakan bahwa Majah adalah ayah dari Yazid. Dari sekian banyak ulama
yang dikenal sebagai ahli hadits dan banyak meriwayatkan sabda-sabda Nabi SAW
adalah Imam Ibnu Majah.
2. PERJALANAN IMAM IBNU MAJAH MENCARI
ILMU
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia
remaja. Namun baru mulai menekuni bidang ilmu hadits pada usia 15 tahun pada
seorang guru ternama kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasi. Bakat dan
minatnya di bidang hadits makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah
berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari, mengumpulkan, dan menulis
hadits. Puluhan negeri telah ia kunjungi, antara lain Rayy (Teheran), Bashrah,
Kufah, Baghdad, Khurasan, Suriah, dan Mesir. Dengan cara inilah, Ibnu Majah
dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusan hadits dari sumber-sumber
yang dipercaya kesahihannya. Tak hanya itu, dalam berbagai kunjungannya itu, ia
juga berguru pada banyak ulama setempat. Seperti, Abu Bakar bin Abi Syaibah,
Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar
bin Adam, dan para pengikut perawi dan ahli hadits, Imam Malik serta Al-Lays.
Dari pengembaraannya ini, tak sedikit ulama yang akhirnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Majah. Antara lain Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah Al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, dan sebagainya.
3. KARYA-KARYA IMAM IBNU MAJAH
Sepanjang hayatnya, Imam Ibnu Majah
telah menulis puluhan buku, baik dalam bidang hadits, sejarah, fiqh, maupun
tafsir. Di bidang tafsir, ia antara lain menulis Tafsir Alquranul Karim.
Sementara itu, di bidang sejarah, Ibnu Majah menulis buku At-Tarikh,
karya sejarah yang memuat biografi para perawi hadits sejak awal hingga ke
masanya. Lantaran tak begitu monumental, kemungkinan besar kedua karya tersebut
tak sampai di tangan generasi Islam berikutnya.
Yang menjadi monumental dan populer di kalangan Muslim dan literatur klasik dari karya Ibnu Majah adalah kitab di bidang hadits berjudul Kitab Sunan Ibnu Majah. Kitab ini merupakan karya terbesarnya. Di bidang ini pula, Ibnu Majah telah meriwayatkan sedikitnya 4.000 buah hadits. Bahkan seperti diungkapkan Muhammad Fuad Abdul Baqi, penulis buku Mu’jam Al-Mufahras li Alfaz Alquran (Indeks Alquran), jumlah hadits dalam kitab Sunan Ibnu Majah berjumlah 4.241 buah hadits. Sebanyak 3.002 di antaranya termaktub dalam lima kitab kumpulan hadits yang lain. "Tak hanya hukum Islam, dalam kitab Sunan Ibnu Majah tersebut juga membahas masalah-masalah akidah dan muamalat. Dari sekian banyak hadits yang diriwayatkan, beberapa kalangan ulama mengkategorikan sebagiannya sebagai hadits lemah," kata Baqi. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu' di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah olehAs-Suyuthi. Atas ketekunan dan kontribusinya di bidang ilmu-ilmu Islam itu, khususnya disiplin ilmu hadits, banyak ulama yang kagum dan menilainya sebagai salah seorang ulama besar Islam. Seorang ulama bernama Abu Ya’la Al-Khalili Al-Qazwini misalnya, berkata, "Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghapal hadits."
Yang menjadi monumental dan populer di kalangan Muslim dan literatur klasik dari karya Ibnu Majah adalah kitab di bidang hadits berjudul Kitab Sunan Ibnu Majah. Kitab ini merupakan karya terbesarnya. Di bidang ini pula, Ibnu Majah telah meriwayatkan sedikitnya 4.000 buah hadits. Bahkan seperti diungkapkan Muhammad Fuad Abdul Baqi, penulis buku Mu’jam Al-Mufahras li Alfaz Alquran (Indeks Alquran), jumlah hadits dalam kitab Sunan Ibnu Majah berjumlah 4.241 buah hadits. Sebanyak 3.002 di antaranya termaktub dalam lima kitab kumpulan hadits yang lain. "Tak hanya hukum Islam, dalam kitab Sunan Ibnu Majah tersebut juga membahas masalah-masalah akidah dan muamalat. Dari sekian banyak hadits yang diriwayatkan, beberapa kalangan ulama mengkategorikan sebagiannya sebagai hadits lemah," kata Baqi. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu' di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah olehAs-Suyuthi. Atas ketekunan dan kontribusinya di bidang ilmu-ilmu Islam itu, khususnya disiplin ilmu hadits, banyak ulama yang kagum dan menilainya sebagai salah seorang ulama besar Islam. Seorang ulama bernama Abu Ya’la Al-Khalili Al-Qazwini misalnya, berkata, "Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghapal hadits."
4. GURU-GURU IMAM IBNU MAJAH
Dalam pengembaraannya beliau bertemu banyak guru yang
dicarinya, dari merekalah nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu
pengetahuan dan menggali potensinya. Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang
sangat manis dan bermanfaat sekali bagi kelangsungan gizi umat Islam, karena
perjalanannya ini telah membidani lahirnya buku yang sangat monumental sekali,
yaitu kitab "Sunan Ibnu Majah". Para Guru dan Murid Imam Ibnu Majah
Guru sangat berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang mahal dalam dunia pendidikan.
Guru sangat berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang mahal dalam dunia pendidikan.
Dalam perjalanan konteks rihlah
ilmiyah-nya ternyata banyak para syeikh pakar yang ditemui sang imam dalam
bidang hadits; diantaranya adalah kedua anak syeikh Syaibah (Abdullah dan
Usman), akan tetapi sang imam lebih banyak meriwayatkan hadits dari Abdullah
bin Abi Syaibah. Dan juga Abu Khaitsamah Zahîr bin Harb, Duhîm, Abu Mus'ab
Az-Zahry, Al-Hâfidz Ali bin Muhammad At-Tanâfasy, Jubârah bin Mughallis,
Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar
bin Adam dan para pengikut perawi dan ahli hadits imam Malik dan Al-Lays.
Seperti dikatakan pepatah "Ilmu yang
tak diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah", bait syair ini sarat makna
yang luas. Walaupun pohon itu indah dan tegar, namun kalau tidak bisa
mendatangkan manfaat bagi yang lain maka tidak ada maknanya, seorang penuntut
ilmu sejati biasanya sangat senang sekali untuk men'transfer' ilmunya kepada
orang lain, karena dengan seringnya pengulangan maka semakin melekatlah dalam
ingatan. Bak kata pepatah lagi "Ala bisa karena biasa". Oleh sebab
itu, sang imam inipun giat dalam memberikan pelajaran bagi murid-murid yang
patut untut diacungi jempol. Diantara murid yang belajar padanya adalah Abu
Al-Hasan Ali bin Ibrahim Al-Qatthân, Sulaiman bin Yazid, Abu Ja'far Muhammad
bin Isa Al-Mathû'î dan Abu Bakar Hamid Al-Abhâry. Keempat murid ini adalah para
perawi Sunan Ibnu Majah, tapi yang sampai pada kita sekarang adalah dari Abu
Hasan bin Qatthân saja.
5. METEDOLOGI IMAM IBNU MAJAH
Kalau kita berbicara seputar metodologi yang dianut oleh
imam Ibnu Majah dalam pengumpulan dan penyusunan hadits, maka seyogianyalah
kita untuk mengulas dan menilik lebih lanjut dari metode sang imam dalam
menyusun kitab "Sunan Ibnu Majah". Karena buku yang digunakan sebagai
salah satu referensi bagi umat Islam ini adalah buku unggulan beliau yang
populer sepanjang sekte kehidupan. Walaupun beliau sudah berusaha untuk
menghindarkannya dari kesalahan penulisan, namun sayang masih terdapat juga
hadits-hadits yang dho'îf bahkan maudû' di dalamnya.
Dalam menulis buku Sunan ini, beliau memulainya
terlebih dahulu dengan mengumpulkan hadits-hadits dan menyusunnya menurut kitab
atau bab-bab yang berkenaan dengan masalah fiqih, hal ini seiring dengan
metodologi para muhadditsîn yang lain. Setelah menyusun hadits tersebut,
imam Ibnu Majah tidak terlalu memfokuskan ta'lîqul Al-Hadits yang terdapat pada
kitab-kitab fikih tersebut, atau boleh dikatakan beliau hanya mengkritisi
hadits-hadits yang menurut hemat beliau adalah penting.
Seperti kebanyakan para penulis
kitab-kitab fikih yang lain, dimana setelah menulis hadits mereka memasukkan
pendapat para ulama fâqih setelahnya, namun dalam hal ini Ibnu Majah tidak
menyebutkan pendapat para ulama fâqih setelah penulisan hadits. Sama halnya
dengan imam Muslim, imam Ibnu Majah ternyata juga tidak melakukan pengulangan
hadits berulang kali kecuali hanya sebahagian kecil saja dan itu penting
menurut beliau. Ternyata kitab Sunan ini tidak semuanya diriwayatkan oleh
Ibnu Majah seperti perkiraan orang banyak selama ini, tapi pada hakikatnya
terdapat di dalamnya beberapa tambahan yang diriwayatkan oleh Abu Al-Hasan
Al-Qatthany yang juga merupakan periwayat dari "Sunan Ibnu Majah".
6. WAFATNYA IMAM IBNU MAJAH
Setelah sekian lama mendedikasikan
hidup dan pemikirannya kepada Islam, Sang Khaliq akhirnya memanggil Imam Ibnu
Majah selama-lamanya. pada hari selasa tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M. Ia dimakamkan di tanah
kelahirannya, Qazwin, Irak. Umat Islam terus mengenangnya melalui berbagai
karyanya, terutama Kitab Sunan Ibnu Majah yang termasuk dalam Kutubus Sittah.
BAB
III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Ibnu Majah mulai belajar sejak usia
remaja. Namun baru mulai menekuni bidang ilmu hadits pada usia 15 tahun pada
seorang guru ternama kala itu, yaitu Ali bin Muhammad At-Tanafasi. Bakat dan
minatnya di bidang hadits makin besar. Hal inilah yang membuat Ibnu Majah
berkelana ke beberapa daerah dan negara guna mencari, mengumpulkan, dan menulis
hadits. Puluhan negeri telah ia kunjungi, antara lain Rayy (Teheran), Bashrah,
Kufah, Baghdad, Khurasan, Suriah, dan Mesir. Dengan cara inilah, Ibnu Majah
dapat menghimpun dan menulis puluhan bahkan ratusan hadits dari sumber-sumber
yang dipercaya kesahihannya. Tak hanya itu, dalam berbagai kunjungannya itu, ia
juga berguru pada banyak ulama setempat. Seperti, Abu Bakar bin Abi Syaibah,
Muhammad bin Abdullah bin Numayr, Hisyam bin Ammar, Ahmad bin Al-Azhar, Basyar
bin Adam, dan para pengikut perawi dan ahli hadits, Imam Malik serta Al-Lays.
Dari pengembaraannya ini, tak sedikit ulama yang akhirnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Majah. Antara lain Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah Al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, dan sebagainya.
Dari pengembaraannya ini, tak sedikit ulama yang akhirnya meriwayatkan hadits dari Ibnu Majah. Antara lain Ishaq bin Muhammad, Ali bin Ibrahim bin Salamah Al-Qattan, Ahmad bin Ibrahim, dan sebagainya.
Dalam pengembaraannya beliau bertemu banyak guru yang dicarinya, dari merekalah
nantinya ia menggali sedalam-dalamnya ilmu pengetahuan dan menggali potensinya.
Rihlah ini akhirnya menghasilkan buah yang sangat manis dan bermanfaat sekali
bagi kelangsungan gizi umat Islam, karena perjalanannya ini telah membidani
lahirnya buku yang sangat monumental sekali, yaitu kitab "Sunan Ibnu
Majah". Para Guru dan Murid Imam Ibnu Majah
Guru sangat berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang mahal dalam dunia pendidikan.
Guru sangat berperan sekali dalam tingkat keintelektualan anak didiknya, maka tak heran kalau guru yang cakap dalam metodologi pengajarannya sering kita temui peserta didiknya juga lebih terarah dan terdidik. Maka eksistensi guru ini suatu barang mahal dalam dunia pendidikan.
Setelah sekian lama
mendedikasikan hidup dan pemikirannya kepada Islam, Sang Khaliq akhirnya
memanggil Imam Ibnu Majah selama-lamanya pada tanggal 22 Ramadhan 273 H/887 M.
Ia dimakamkan di tanah kelahirannya, Qazwin, Irak. Umat Islam terus mengenangnya melalui berbagai karyanya,
terutama Kitab Sunan Ibnu Majah yang termasuk dalam Kutubus Sittah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar