Sabtu, 03 Desember 2016

Seni Kentrung Jepara Hampir Punah
Berbagai jenis kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Jepara, khususnya kesenian kentrung, kini di ambang kepunahan. Penyebab utamanya, tidak ada regenerasi di kalangan mereka.


kentrung.jpg




Demikian penjelasan seniman kentrung Karisan yang tinggal di RT 02/ RW I, Desa Ngasem, Kecamatan Batealit. Pendapat senada mengemuka dari Kepala Humas Pemkab Jepara Hadi Priyanto, beberapa waktu lalu.

Menurut Karisan semua anaknya, yakni dua pria dan dua perempuan enggan meneruskan jejaknya. Mereka malu menjadi seniman kentrung.

"Padahal saya mewarisi darah seni dari almarhum ayah saya, Sumo Sukir," tuturnya prihatin.

Dia menambahkan, kakak sepupunya, Parmo (65), mengeluhkan hal yang sama. Kedua anak Parmo juga tidak mau mengikuti jejak ayahnya menjadi seniman kentrung.

Ayah Parmo, yakni Subani dan Sumo Sukir, adalah kakak beradik. "Kami tidak kuasa memaksakan kehendak kami kepada anak-anak. Jadi, sampai saat ini kami tetap manggung. Itu pun jika ada yang menanggap kami. Sayangnya, undangan bagi kami belum tentu ada sebulan sekali," ujar Karisan.

Menurut Hadi Priyono, Pemerintah Kabupaten Jepara berusaha melestarikan berbagai kesenian tradisional khas Jepara dengan cara mengundang para seniman tradisional tersebut pentas di berbagai kesempatan.

"Patut disayangkan jika tidak ada regenerasi di dunia kesenian tradisional. Perlu ada upaya lain untuk melestarikan hal tersebut. Misalnya, melalui kegiatan ekstra kurikuler di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Kami akan mencoba menggarapnya lebih dalam pada tahun 2010," kata Hadi yang juga Ketua Dewan Kesenian Jepara. (SUP)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/01/04/14301077/seni.kentrung.jepara.di.ambang.kepunahan

Oleh: Kemuning Lindra P.
Kentrung adalah sebuah kesenian yang menyebar di Indonesia terutama di pantai utara Jawa. Kesenian ini berkembang pesat di wilayah Semarang, Pati, Jepara, hingga Tuban di Jawa Timur. Kentrung dikenal juga dengan nama Kentrung Bate. Dinamakanoldgeneration of kentrung kentrung Bate karena berasal dari desa Bate, kecamatan Bangilan, kabupaten Tuban, Jawa Timur. Kentrung Bate pertama kali dipopulerkan oleh Kyai Basiman di era zaman penjajahan Belanda tahun 1930-an.
Kata kentrung sendiri berasal dari kata Ngre’ken dan Ngantung. Ngre’ken berarti menghitung, sedangkan Ngantung berarti berangan-angan. Kedua kata tersebut digabungkan menjadi satu padan kata yang baru yaitu Kentrung. Maksud dari perpadanan kata tersebut  adalah mengatur jalannya suatu peristiwa dengan berangan-angan. Ada juga beberapa orang yang mengatakan kentrung berasal dari kata Kluntrang-kluntrung yang artinya pergi dan mengembara ke sana kemari. Pendapat yang terakhir ini tampaknya yang lebih masuk akal, karena kentrung sejatinya merupakan penerus seni mendongeng jaman Majapahit yang disebut Pamancangah, yakni seorang tukang dongeng yang jika berkeliling dari satu tempat ke tempat lain disebut Pamancangah Menmen atau amen.
Secara umum seni tradisional kentrung atau biasa dikenal dengan Pakem Kentrung dianggap berhubungan dengan tradisi yang berasal dari Arab, Persia, dan India terutama kentrung yang menuturkan kisah-kisah Serat Menak yang disadur dari naskah Persia Qissa i Emir Hamza, tetapi kentrung yang menuturkan cerita-cerita lokal tampaknya melanjutkan tradisi pamancangah. Masuknya seni tradisional kentrung ini disebarkan  oleh Wali Songo sebagai media dakwah bagi penyebaran agama Islam di Indonesia. Salah satu pembawa seni tradisional kentrung yang masyhur adalah Sunan Kalijogo. Beliau menyebarkan kesenian ini di wilayah Tulungagung, Madiun, Mojoagung, hingga Gresik  dan Tuban sampai  menyebar ke seluruh pesisir utara Jawa. Pada awalnya, sebagaimana seni pamancangah,  seni tradisional kentrung hanya dipentaskan di acara-acara penting kerajaan saja. Namun, karena Islam tidak mengenal kasta dan perbedaan antar sesama manusia, akhirnya masyarakat awam pun bisa menikmati pementasan kentrung secara bebas dan terbuka.
Pertunjukan Kentrung
Kentrung merupakan kesenian tradisional sastra lisan yang mewujudkan sarana komunikasi rakyat melalui simbol-simbol. Komunikasi yang disampaikan merupakan ungkapan melalui kritik dan pesan moral yang dikemas halus dengan bahasa kentrung. Simbol digambarkan lewat penokohan dan kehidupan masyarakat. Selain itu, juga tentang politik, ekonomi, idiologi, sosial, budaya dan keamanan.
Pertunjukan Kentrung dimainkan oleh dalang dan panjak yang mendongeng tanpa menggunakan wayang. Musik yang mengiringi kendang dan tamburin serta instrumen lain seperti jidor, terbang, templeng dan gong. Seni tutur yang sering tampil “lesehan” tersebut digunakan sebagai media penyambung lingkar sejarah rakyat khususnya sejarah Islam yang berkembang di Jawa. Kesederhanaan tampilan dengan menggunakan baha-sa Indonesia dan dialek daerah yang mudah dimengerti sehingga ceritanya mudah diterima masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Sepanjang pementasannya Kentrung hanya diisi oleh seorang dalang yang merangkap sebagai penabuh gendang dan ditemani oleh penyenggak. Personel memegang instrumen jidor, ketipung/kempling/timplung, dan kendang.
Pada jama dahulu, pemain kentrung hanya duduk mendengarkan ki dalang bercerita dan terkadang pemain lainnya “nembang”, “parikan”, dan berpantun. Dalam perkembangannya pemain kentrung sudah bisa berekspresi memerankan tokoh seperti pemain ludruk dan kesenian ketoprak.
Kentrung saat ini banyak dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur khususnya di daerah pesisir timur selatan.  Selain itu, juga terdapat di sentra daerah karesidenan, misalnya Surabaya, Jember, Pasuruan, Bojonegoro, Lamongan, Nganjuk, dan Jombang.
Pada jaman sekarang, kentrung sering dimanfaatkan masyarakat dalam hajatan dan pesta. Misalnya khitanan, perkawinan, tingkepan, boyongan rumah, ataupun ulang tahun istansi. Tetapi dalam perkembangannya kentrung bisa untuk dialog interaktif dalam seminar di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tertentu. Kentrung juga sering digunakan pada acara yang bernuansa religius dengan cerita tentang Nabi Muhammad, Nabi Musa, dan Nabi Yusuf,  Sayidina Ali, zaman Walisongo dan Mataram Islam (Babad Tanah Jawa). Kisah lainnya tentang Syeh Subakir, Ahmad Muhamad, Kiai Dullah, Amir Magang,  Jaka Tarub, Sabar-subur, Marmaya Marmadi Ngentrung, Ajisoko dan cerita panji. Selain cerita-cerita di atas, kentrung juga bisa berisi mengenai nilai-nilai tasawuf dengan mengupas berbagai topik seperti purwaning dumadi, keutaman, kasampurnan urip, dan sangkan paraning dumadi. Beberapa lakon yang tak ketinggalan juga biasa dimainkan dalam pementasan kentrung adalah Amat Muhammad, Anglingdharma, Joharmanik, Juharsah, Mursodo Maling, dan Jalak Mas.
Pengatur
Kentrung mempunyai beberapa unsur yang setiap pertunjukan yaitu:
1.Dalang, adalah pembawa cerita yang sekaligus menjadi pengatur jalan cerita. Dalang Kentrung hampir sama dengan dalang wayang, kesamaan tersebut dalam hal mengubah karakter suara sesuai dengan lakon yang sedang berdialog.
2.Cerita, merupakan unsur kedua dalam pertunjukan kentrung. Cerita yang biasa diangkat oleh dalang adalah cerita kerajaan, legenda, Wali, Nabi, dsb.
3.Instrumen pengiring merupakan hal yang penting dalam membawakan sebuah cerita, karena dengan Instrumen masyarakat tertarik mendengarkan cerita.
Instrumen-instrumen pokok dalam pertunjukan Kentrung, antara lain:
1.Kendhang Kentrung, adalah sebuah alat yang berfungsi sebagai pamurba irama dan sebagai variasi lagu atau dengan kata lain bertugas mengatur irama dan ja¬lannya sajian. Kendhang secara ukuran berbeda dengan kendhang Jawa, kendhang Kentrung biasanya berukuran lebih panjang, Seringkah Dalang berperan ganda dengan memainkan kendhang.
2.Terbang/Kempling/Rebana (frome drum), alat pemukul yang lahir dari Jawa Tengah ini dari kayu berbentuk bulat dan dibalut dengan kulit kambing, berfungsi sebagai variasi instrumen lagu.
3.Bonang, tidak semua dalang kentrung menggunakannya, alat yang dibuat dari perunggu/kuningan/besi merupakan salah satu pelengkap alat instrumen gamelan Jawa. Fungsi aslinya adalah pamurba lagu (pembuka jalannya sajian) pada beberapa gendhing, bonang digunakan sebagai penghias lagu dalam pertunjukan Kentrung.
4.Panjak, adalah penabuh instrumen dalam pertunjukan Kentrung. Selain yang telah disebutkan sebelumnya, di dalam pertunjukan Kentrung juga terdapat parikan. Parikan adalah sejenis pantun yang dilagukan atau dinyanyikan oleh dalang beserta panjaknya dengan iringan musik sederhana. Parikan juga memuat pesan-pesan moral terhadap masyarakat, Parikan juga memiliki kategori yaitu bagus, cacat dan jelek.
Contoh parikan Kentrung kategori bagus:
Tuku karet dhuwite ilang
Tak baleni sandhale keri
Yen kepepet aja sumelang
Wis disedhiyani kantor koperasi
(Beli karet uangnya hilang Ketika kuambil sandalku tertinggal  Kalau terdesak janganlah bimbang Sebab sudah disediakan kantor koprasi) (Hutomo, 1993:49).
Contoh parikan kategori cacat:
Kembang terong abang
biru moblong-moblong,
sak iki wis Bebas ngomong,
tapi ojo clemang-clemong
(bunga terong berwarna merah biru mencorong, sekarang ini sudah bebas berbicara, tetapi jangan celometan).
Ijo ijo lak ijo ijo
Ijo-ijo godonge sawi
Paling enak duwe bojo
Lek bengi onok sing mijeti
(Hijau-hijau daunnya sawi, paling enak punya istri bila malam ada yang mijiti)
Banyolan
Kentrung juga memiliki ciri banyolan, berguna untuk mengatasi rasa bosan penonton. Bentuk banyolan ini bisa berupa kritikan tidak langsung sehingga menjadi lucu ataupun berupa kata erotis yang agak berbau porno.
Cara Pelestarian Seni Tradisional Kentrung Agar Tidak Punah
Kentrung mencapai masa keemasan pada tahun 1970-1980 an. Selama hampir dua dasawarsa itu, hampir seluruh masyarakat yang berpesta mengundang kelompok-kelompok kentrung yang ada di wilayah mereka. Seni kentrungpun mengalami perkembangan. Dari awal pementasan hingga mencapai puncak, penontonpun mulai bosan dan menganggao oementasan kentrung itu monoton, hanya begitu-begitu saja. Akhirnya, masyarakatpun menyarankan kepada dalang untuk melakukan penambahan beberapa unsur pada setiap pementasan. Seperti, ditambahnya instrument kendang, menambahkan beberapa unsur cerita wayang maupun ketoprak.
Namun, amat disayangkan, pada tahun 1990-an, saat televisi mulai memasuki pasar Indonesia dan layar tancap mulai menawarkan alternatif hiburan yang praktis, kentrungpun mulai di tinggalkan oleh para penggemarnya.kesenian tradisional kentrung mulai terseok-seok seakan hidup segan matipun tak mau.
Selain karena peralatan elektronik yang semakin modern, faktor yang mebuat semakin hilangnya seni tradisional kentrung di Indonesia adalah tidak adanya penerus yang mengajarkan kesenian kentrung kepada generasi muda. Berdasarkan pernyataan yang didapat dari situs forum budaya Kesenian Kentrung dianggap terancam punah karena gagal melakukan regenerasi. Sejumlah orang yang masih mampu memainkan kesenian ini dan kebanyakan sudah lanjut usia.
Untuk menanggulangi agar kesenian ini tidak punah ada beberapa hal yang sepatutnya kita lakukan, yaitu:
1.Mengajarkan kesenian-kesenian tradisional Indonesia yang hampir punah kepada generasi muda. Bukan hanya sekedar mengajarkan kemudian dilupakan, tetapi di ajarkan dan dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Di ajarkan secara mendetail agar para generasi muda tidak merasa ragu untuk mencintai budaya mereka sendiri
2.Jangan hanya mengandalkan pemerintah untuk menanggulangi masalah di negeri ini, tetapi kita sebagai generasi penerus harus mengerahkan tenaga untuk menbantu menyelesaikan masalah, terutama masalah kebudayaan Indonesia. Mendoktrin generasi muda untuk mencintai budaya sendiri sangatlah penting. Memberikan seminar-seminar, pameran budaya, ataupun pertunjukan secara sederhana adalah salah satu cara untuk memperkenalkan seluruh budaya nusantara.
3.Memberikan pendidikan primer kepada anak bahwa budaya asli Indonesia harus dicintai sepenuh hati adalah cara yang paling akurat. Saat anak mendapatkan pengajaran tentang pentingnya budaya asli Indonesia, maka saat dewasa pun dia akan tetap mencintai budayanya, bahkan cenderung mengajarkannya kepada generasi berikutnya.
*)Kemuning Lindra P, mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Cina FIB Universitas Brawijaya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar